Anehnya juga perjalanan PSSI yang dipimpin Ketua Umum Djohar Arifin.
Baru beberapa bulan bekerja sudah begitu banyak polemik yang mereka
buat. Yang pertama tentu saja pemecatan Alfred Riedl. Disambut dengan
rencana membuat kompetisi profesional dengan peserta baru hasil
verifikasi.
Nah kompetisi ini rencana akan menggunakan kompetisi 2
wilayah, sistem kompetisi yang melanggar statuta PSSI. Anggota Komite
Eksekutif PSSI, La Nyalla, mengkritik hal itu dan akhirnya kompetisi 2
wilayah tidak jadi. Selesaikah? Ternyata tidak. PSSI kembali melakukan
kesalahan terhadap statuta.
PSSI akan mengadakan kompetisi 1 wilayah dengan 24 peserta. Peserta
terdiri dari 14 klub ISL, 4 klub promosi, serta 6 klub baru. Pelanggaran
statuta yang dilakukan PSSI adalah mengenai jumlah peserta dan juga
status peserta yang bermasalah.
Peserta yang terindikasi bermasalah
adalah Persema, Persibo dan Persebaya. Masuknya klub-klub LPI diyakini
untuk menyelamatkan muka LPI. Persema dan Persibo statusnya dibekukan
dalam kongres. Persebaya sendiri yang layak mengikuti kompetisi ISL
adalah Persebaya Wisnu.
La Nyalla sendiri melontarkan ancaman untuk melengserkan Ketua Umum
PSSI,Djohar Arifin, melalui mekanisme Kongres Luar Biasa, bila PSSI
kerap mengeluarkan keputusan yang melanggar statuta yang ada. PSSI yang
dulunya melengserkan Nurdin Halid karena melanggar statuta, sekarang
malah jatuh pada dosa yang sama.
Hal inilah yang tidak diinginkan oleh
La Nyalla dan saya yakin juga sebagian besar pencinta sepakbola
Indonesia. Perjuangan melengserkan Nurdin malah dinodai dengan
pelanggaran statuta.
Pengurus kali ini memang kurang paham dalam mengelola sepakbola.
Pergantian pelatih dan sistem kompetisi yang melanggar statuta adalah
buktinya. Mungkinkah pengurus saat ini mampu mengelola sepakbola kita?
Sampai kapankah kepengurusan ini bertahan? Semoga ada perbaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar