Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

CEO LPI Dukung Pembentukan Liga Profesional - Tempo

Jumat 24 Juni 2011, di kantor Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, Gelora Bung Karno, Jakarta.

Ketua Komite Normalisasi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia Agum Gumelar dan wakilnya, Joko Driyono, mengundang pengurus Liga Primer Indonesia untuk bertemu.

Ketua Eksekutif (CEO) LPI Wijayanto menyambut baik pertemuan itu dan menyebutnya sebagai langkah rekonsiliasi sepak bola Indonesia.

Ini bagus karena PSSI mengakui keberadaan LPI,
katanya pada Jumat lalu. Berikut ini wawancara lebih jauh dengan pemimpin LPI itu. Apa sebenarnya tujuan mendirikan Liga Primer
Indonesia?

Liga Primer lahir dari amanah Kongres Sepak Bola
Nasional di Malang. Dilanjutkan deklarasi klub Liga
Super Indonesia dan Divisi Utama pada 17 Desember 2010.

Mereka prihatin dengan kondisi kompetisi yang tidak fair play, klub dalam keadaan bangkrut secara finansial, melepaskan ketergantungan pada APBD, dan mendorong liga baru yang mandiri dengan keterlibatan industri.

Selanjutnya kepala daerah dan pengelola klub mendorong kami membentuk konsorsium Liga Primer Indonesia.

Selama setengah musim ini, apakah LPI sudah
memenuhi target itu?
Kompetisi kan baru berjalan 5-6 bulan. Sekarang
pada tahap branding pengembangan liga profesional yang mandiri tanpa APBD.

Kalau ukurannya branding sudah tercapai. Artinya bisa bergulir tanpa menggunakan uang negara.

Apakah LPI juga bisa menarik sponsor?
Bisa lihat sejumlah brand dunia masuk ke kami,
seperti Coca-Cola dan Microsoft. Selain itu, di luar
dugaan kami, respons masyarakat, pemerintah, dan industri sangat besar dan rating televisi cukup bagus.

Itu menunjukkan, kalau dikelola dengan baik, ada harapan kompetisi profesional bisa tumbuh. Ini baru 5-6 bulan, setengah musim. Kalau dikembangkan dengan baik, 3-5 tahun ke depan kami optimistis akan berkembang.

Dari hitung-hitungan bisnis, apakah LPI sudah untung?
Belumlah, namanya juga pionir, baru mulai.

Apakah tim-tim penghuni LPI sudah solid?
Saya menerima laporan dari Departemen Teknis dan Liga, masih harus ada perbaikan di sejumlah klub dari sisi pembentukan kesolidan tim karena klub baru.

Klub lama, seperti Persema, Persebaya, sudah solid. Tapi ada juga klub baru yang sudah bagus, seperti Jakarta FC, Bali Devata. Klub-klub lama, seperti Persema dan Persebaya, masih mendominasi, Kan perlu latihan.

Ada beberapa klub yang dibentuk menjelang kick-off. Keberhasilan apa yang paling menonjol selama setengah musim kompetisi ini?
Munculnya industri olahraga, munculnya liga yang
mandiri, munculnya kompetisi yang fair play,
transparan dengan pengadil yang tidak memihak.
Itumenunjukkan kompetisi ini bisa dikelola dengan baik.

Apa kelemahan klub-klub baru di LPI?
Tentu soal teknis, penampilan klub, strategi bermain. Dari segi bisnis, banyak klub baru, jadi pengelolaan harus dibenahi, manajemen anggaran harus dibenahi.

PSSI pimpinan Nurdin Halid tidak mengakui LPI, sudah pernah berbicara dengan PSSI?
Secara formal, kami kirim surat pada 22 Desember
2010 tentang permohonan afiliasi dan diakui sebagai liga di bawah PSSI. Keinginan berafiliasi itu dari kami.

Tapi surat kami tidak direspons. Sekarang Komite Normalisasi diberi mandat oleh FIFA untuk merangkul LPI. Tanggapan Anda?

Kami gembira. Liga Primer Indonesia lahir untuk menciptakan kompetisi yang profesional. Selama proses itu, kami juga menggelar dialog dengan Komite Eksekutif PSSI. Jadi tidak benar kami tidak pernah berdiskusi dengan PSSI.

Apa yang dibahas dalam pertemuan LPI dan Komite Normalisasi pada Jumat lalu?
Ada empat hal: LPI diakui sebagai sebuah liga,
mereka mengakui LPI sebagai liga yang mandiri,
pembentukan tim kerja untuk membahas regulasi
dan aturan kompetisi, serta permohonan afiliasi ke PSSI yang akan dibahas di Komite Eksekutif.

Sudah membicarakan kompetisi?
Tidak. Format kompetisi LPI di bawah atau di atas
Liga Super itu bukan kewenangan Komite
Normalisasi.

Apa keinginan dari pengelola Liga Primer?
Kami tidak pernah mengenal kasta. Kami mendukung pembentukan liga profesional. Kalau
profesional, sesuai dengan AFC dan FIFA, harus
berbentuk perseroan terbatas.

Sekarang ini klub masih menggunakan APBD. Kami lahir sebagai koreksi untuk itu. Menteri Dalam Negeri sudah tegas melarang penggunaan APBD untuk klub profesional.
Tanggapan Anda?

Justru kami terang-benderang dengan sikap
pemerintah itu. Klub yang menggunakan APBD, ya,
jatuhnya amatir.
Idealnya ada dua pilar, ada liga profesional dan ada liga amatir. Yang amatir boleh pakai APBD tapi tidak boleh menggunakan pemain asing.

Apa ukuran dikatakan klub itu profesional?
Sesuai dengan ketentuan AFC, harus cukup modal,
organisasi, sumber daya manusia, infrastruktur, dan pembinaan usia dini. Lima hal itu yang, menurut AFC, membuat sebuah klub bisa menjadi profesional.

Di Liga Super, ada perseroan terbatas yang modalnya hanya Rp 14 juta. Ada klub yang sepenuhnya dari APBD. Kan aneh.

Format kompetisi yang benar seperti apa?
Idealnya nanti ada profesional strata I dan II. Kalau
terdegradasi, ya, turun ke profesional I dan II, tidak
ke amatir. Mirip Galatama dan Perserikatan dulu.

Itu yang benar, kenapa dulu dilebur? Ada klub yang kesulitan finansial ingin bergabung
dengan LPI, tanggapan Anda?
Terserah mereka. Kalau mereka mau bergabung
dengan LPI, ya, monggo wae (silakan saja). Kami
tidak pernah meminta mereka keluar dari PSSI.

Kami hanya bantu mereka membangun liga yang profesional dan mandiri.

Bagaimana caranya bergabung dengan LPI?
Nanti kami akan nilai syarat kecukupan modal,
kemampuan ekonomi, dan potensi bisnis di daerah
itu.

Akan kami hitung berapa potensi penonton,
kapasitas stadion bagaimana, potensi iklan, kami
akan menghitung dengan detail. Kami ini kan uang investor, ada hitung-hitungannya.

Apakah memungkinkan investor lain bergabung
menjadi pemilik klub?
Kami welcome saja. LPI sendiri dari 19 klub ini akan didivestasi ke depannya. Kami hanya memberi stimulan. Nanti ada divestasi dengan adanya partner lokal untuk membeli saham yang ada.

Klub dibantu untuk dimiliki warga lokal. Misalnya ada kabar Bosowa tertarik membeli PSM, ya, silakan. Di Bali ada juga sejumlah pengusaha ingin membeli Bali Devata, kami tidak menghalangi. Malah mendorong. Kalau perlu ada pihak asing mau beli, ya, silakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar